Kunci utama dalam mewujudkan bangunan dan lambang-lambangnya adalah musyawarah. Oleh karena itu, langkah pertama sebelum mendirikan bangunan adalah melakukan musyawarah, baik antarkeluarga maupun dengan melibatkan anggota masyarakat lain. Musyawarah membicarakan tentang jenis bangunan yang akan didirikan, kegunaannya, bahan yang diperlukan, lokasi bangunan, tukang yang akan mengerjakan, dan waktu pekerjaan dimulai. Biasanya dalam musyawarah juga dijelaskan tentang segala pantangan dan larangan, serta adat dan kebiasaan yang harus dilakukan dengan tertib. Pengerjaannya ditekankan pada asas kegotong-royongan yang disebut batobo, besolang, bepiari, atau betayan.
Seseorang yang mendirikan suatu bangunan tanpa mengadakan musyawarah dapat dianggap sebagai orang yang “kurang adab” atau “tak tahu adat”. Orang tua-tua akan merasa dilangkahi dan orang muda-muda merasa ditinggalkan. Bangunan yang didirikan tanpa musyawarah akan menyebabkan pemiliknya mendapat umpatan masyarakat, sedangkan bangunan itu sendiri dianggap gawal atau sewal, yaitu mendatangkan sial, seperti ungkapan:
Rumah siap pahat berbunyi
Yang mati berbalik hidup
Terkena tangkap sesentak
Berseliu bulan berkalan
Bersilang tongkat dengan tugal
Lantai berjungkat tengah rumah
Kasau jantan menyundak kepala
Ke hilir terhelah-helah
Ke hulu terdudu-dudu
Yang mati berbalik hidup
Terkena tangkap sesentak
Berseliu bulan berkalan
Bersilang tongkat dengan tugal
Lantai berjungkat tengah rumah
Kasau jantan menyundak kepala
Ke hilir terhelah-helah
Ke hulu terdudu-dudu
Sebuah bangunan yang ideal digambarkan dalam ungkapan berikut:
Mangkuk penuh pinggan berisi
Rumah siap pahat tidak berbunyi
Melenggang tidak berpepas
Menyundak tidak tertumbuk
Berarang tidak patah
Berotan tidak putus
Tak ada rumput nan menyungkat
Tak ada tanah nan bertingkah
Kilaunya sudah kemas
Tak berundang di balik tanah merah
Tak ada kayat di balik mati
Rumah siap pahat tidak berbunyi
Melenggang tidak berpepas
Menyundak tidak tertumbuk
Berarang tidak patah
Berotan tidak putus
Tak ada rumput nan menyungkat
Tak ada tanah nan bertingkah
Kilaunya sudah kemas
Tak berundang di balik tanah merah
Tak ada kayat di balik mati
Jadi, musyawarah dan kegotongroyongan menjadi dasar kehidupan tradisional dan merupakan landasan dalam membuat sebuah bangunan. Hal ini jelas sekali dalam ungkapan yang berbunyi:
Orang kaya menurut kayanya
Orang miskin dengan tulang uratnya
Kalau tak ada beban sepikulan
Sehelai rotan terbelit juga
Orang miskin dengan tulang uratnya
Kalau tak ada beban sepikulan
Sehelai rotan terbelit juga
Lambang-lambang
yang berkenaan dengan bangunan tradisional Melayu tergambar dengan baik
dalam upacara, ukuran bangunan, bagian-bagian bangunan, dan ragam
hiasnya.
0 komentar:
Posting Komentar