Setiap bangsa dan sukubangsa tentu mengenal arti, fungsi, dan bentuk bangunan tradisional dengan ciri khasnya, di samping nilai-nilai universal yang dikandungnya. Demikian pula dengan orang Melayu.
Bangunan
tradisional Melayu adalah suatu bangunan yang utuh, yang dapat
dijadikan sebagai tempat kediaman keluarga, tempat bermusyawarah, tempat
beradat berketurunan, dan tempat berlindung siapa saja yang
memerlukannya. Ini tergambar pada sebuah ungkapan tradisional Riau yang
berbunyi:
Yang bertiang dan bertangga
Beratap penampung hujan penyanggah panas
Berdinding penghambat angin dan tempias
Berselasar dan berpelantar
Beruang besar berbilik dalam
Berpenanggah dan bertepian
Beratap penampung hujan penyanggah panas
Berdinding penghambat angin dan tempias
Berselasar dan berpelantar
Beruang besar berbilik dalam
Berpenanggah dan bertepian
Tempat berhimpun sanak saudara
Tempat berunding cerdik pandai
Tempat bercakap alim ulama
Tempat beradat berketurunan
Tempat berunding cerdik pandai
Tempat bercakap alim ulama
Tempat beradat berketurunan
Yang berpintu berundak-undak
Bertingkap panjang berterawang
Berparan beranjung tinggi
Berselembayung bersayap layang
Berperabung kuda berlari
Berlarik jerajak luar
Bertebuk kisi-kisi dalam
Bidainya tingkat bertingkat
Kaki dan atap berombak-ombak
Berhalaman berdusun
Di situ berlabuh kaum kerabat
Di situ bertambat sanak famili
Di situ berhenti dagang lalu
Menurut tradisi, orang Melayu Riau percaya pada empat cahaya di bumi yang terdiri dari rumah tangga, ladang bertumpuk, beras padi, dan anak-anak muda. Rumah tangga sebagai cahaya pertama hendaknya dipelihara sebaik-baiknya dengan dipagari adat atau tradisi, sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan:
Bertingkap panjang berterawang
Berparan beranjung tinggi
Berselembayung bersayap layang
Berperabung kuda berlari
Berlarik jerajak luar
Bertebuk kisi-kisi dalam
Bidainya tingkat bertingkat
Kaki dan atap berombak-ombak
Berhalaman berdusun
Di situ berlabuh kaum kerabat
Di situ bertambat sanak famili
Di situ berhenti dagang lalu
Menurut tradisi, orang Melayu Riau percaya pada empat cahaya di bumi yang terdiri dari rumah tangga, ladang bertumpuk, beras padi, dan anak-anak muda. Rumah tangga sebagai cahaya pertama hendaknya dipelihara sebaik-baiknya dengan dipagari adat atau tradisi, sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan:
Empat hutang orang tua kepada anaknya
Pertama mandi ke air
Kedua jejak tanah
Ketiga sunat Rasul bagi anak laki-laki
Tindik dabung bagi anak perempuan
Keempat mendirikan rumah tangganya
Pertama mandi ke air
Kedua jejak tanah
Ketiga sunat Rasul bagi anak laki-laki
Tindik dabung bagi anak perempuan
Keempat mendirikan rumah tangganya
Rumah ada adatnya
Tepian ada bahasanya
Jalan bersetabik
Cakap bersetina
Duduk berbatuh
Makan berkatab
Tepian ada bahasanya
Jalan bersetabik
Cakap bersetina
Duduk berbatuh
Makan berkatab
Kandungan makna dan fungsi bangunan dalam kehidupan orang Melayu sangat luas, sehingga menjadi kebanggaan dan memberikan kesempurnaan hidup. Oleh karena itu bangunan hendaknya didirikan dengan tata-cara yang sesuai dengan ketentuan adat, sehingga bangunan itu dapat disebut “rumah sebenar rumah”.
Bentuk bangunan tradisional Melayu biasanya ditentukan oleh bentuk atapnya, seperti Atap Belah Bubung, Atap Limas, dan Atap Lontik.
Rumah dengan perabung lurus pada tengah puncak atap, dengan kedua
bagian sisi atapnya curam ke bawah seperti huruf V terbalik disebut Atap Belah Bubung, Bubung Melayu, atau Rabung Melayu. Jika atapnya curam sekali disebut Lipat Pandan. Sebaliknya, jika atapnya mendatar disebut Lipat Kajang. Jika pada bagian bawah atap ditambah atap lain, disebut Atap Labu, Atap Layar, Atap Bersayap, atau Atap Bertinggam. Keterangan mengenai hal ini dapat dijumpai dalam salah satu ungkapan tradisional yang berbunyi:
Perabung lurus di tengah-tengah
Atap mencucur kiri kanan
Yang mengembang lipat kajang
Yang tegak berlipat pandan
Atap bertingkat Ampar Labu
Berempang leher Atap Bertinggam
Menguak ke samping Atap Bersayap
Tadahan angin Atap Layar
Atap mencucur kiri kanan
Yang mengembang lipat kajang
Yang tegak berlipat pandan
Atap bertingkat Ampar Labu
Berempang leher Atap Bertinggam
Menguak ke samping Atap Bersayap
Tadahan angin Atap Layar
Jika perabung atap bangunan itu sejajar dengan jalan raja, orang Melayu menyebutnya Rumah Perabung Panjang. Sebaliknya, jika tidak sejajar disebut Rumah Perabung Melintang. Ungkapan tradisional menyebut bangunan ini secara teliti.
Di mana letak Perabung Panjang
Pada labuh dan tambak panjang
Lurusnya bagai antan disusun
Selari bagai induk tangga
Kalau perabung bersilang tambak
Bertelingkai bagai ranting
Bagai tangga dengan induknya
ltu tandanya Perabung Melintang
Pada labuh dan tambak panjang
Lurusnya bagai antan disusun
Selari bagai induk tangga
Kalau perabung bersilang tambak
Bertelingkai bagai ranting
Bagai tangga dengan induknya
ltu tandanya Perabung Melintang
Jika perabung bangunan itu melentik ke atas pada kedua ujungnya, disebut Rumah Lontik, Rumah Pencalang, atau Rumah Lancang, karena bentuk hiasan pada kaki dinding di depan dan di belakang seperti bentuk perahu. Ini dinyatakan dalam ungkapan:
Lontik rumah pada perabung
Lontik sepadan ujung pangkal
Lontik sepadan ujung pangkal
Tempat hinggap sulo bayung
Tempat bertanggam tanduk buang
Tempat bertanggam tanduk buang
Jika atap Rumah Lontik ini bertingkat, disebut Rumah Gorai atau Gerai. Rumah atap limas yang diberi tambahan di bagian muka dan belakang dengan atap lain yang berbentuk limas disebut Limas Penuh, tetapi jika atap tambahan itu berbentuk Belah Bubung, maka rumah itu disebut Limas Berabung Melayu. Keterangan yang ada dalam ungkapan tradisional mengatakan:
Bersorong limas dengan limas
Padanan disebut limas penuh
Yang di muka ke selasar
Yang di belakang ke penanggah
Kalau berpatut limas dengan kajang
Berpandan dengan lipat pandan
Di situ tegak kunyit-kunyit
Yang di muka ke selasar
Yang di belakang ke penanggah
Padanan disebut limas penuh
Yang di muka ke selasar
Yang di belakang ke penanggah
Kalau berpatut limas dengan kajang
Berpandan dengan lipat pandan
Di situ tegak kunyit-kunyit
Yang di muka ke selasar
Yang di belakang ke penanggah
Bangunan di atas umumnya berbentuk persegi panjang dan jarang sekali berbentuk bujur sangkar. Lagi pula bangunan itu dinyatakan sebagai “tinggi lucup kepala, rendahnya seanjing duduk”, yang menggambarkan rumah panggung.
0 komentar:
Posting Komentar