Rumah adat di daerah Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Ruangan rumah ini terdiri dari ruangan besar untuk tempat tidur. ruangan bersila, anjungan dan dapur. Rumah adat ini dilengkapi pula dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan dan musyawarah adat.
SUMBER CORAK
Corak
dasar Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas
flora, fauna, dan benda-benda angkasa. Benda-benda itulah yang
direka-reka dalam bentuk-bentuk tertentu, baik menurut bentuk asalnya
seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam bentuk yang sudah
diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud
asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang
petang, semut beriring, dan lebah bergantung.
Di
antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang
bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang
Melayu umumnya beragama Islam sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan
menjurus kepada halhal yang berbau “keberhalaan”. Corak hewan yang
dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan
dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai -walau tidak
dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriringkarena sifat semut
yang rukun dan tolong-menolong. Begitu pula dengan corak lebah, disebut
lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih,
kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Corak
naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa
lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan,
bintang, matahari, dan awan dijadikan corak karena mengandung nilai
falsafah tertentu pula.
Ada
pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik(Belah
ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada
juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran. Pengembangan
corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi
lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di
dalamnya.
RAGAM ORNAMEN
Bangunan
BALAI ADAT MELAYU RIAU pada umumnya diberi ragam hiasan, mulai dari
pintu,jendelah,vetilasi sampai kepuncak atap bangunan,ragam hias
disesuaikan dengan makna dari setiap ukiran.
Selembayung
Selembayung
disebut juga “ selo bayung “ dan “tanduk buang” adalah hiasan yang
terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.pada bangunan
balai adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap di beri selembayung
yang terbuat dari ukiran kayu.
Hiasan pada pintu dan jendelah
Hiasan
pada bagian atas pintu dan jendelah yang
disebut”lambai-lambai”,melambangkan sikap ramah tamah. Hiasan
“Klik-klik” disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan pagar.
Rumah Lancang (Rumah Tradisional Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)
Asal-Usul
Rumah
Lancang atau Pencalang merupakan nama salah satu Rumah tradisional
masyarakat Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia. Selain nama Rumah
Lancang atau Pencalang, Rumah ini juga dikenal dengan sebutan Rumah
Lontik. Disebut Lancang atau Pencalang karena bentuk hiasan kaki dinding
depannya mirip perahu, bentuk dinding Rumah yang miring keluar seperti
miringnya dinding perahu layar mereka, dan jika dilihat dari jauh bentuk
Rumah tersebut seperti Rumah-Rumah perahu (magon) yang biasa dibuat
penduduk. Sedangkan nama Lontik dipakai karena bentuk perabung
(bubungan) atapnya melentik ke atas.
Rumah
Lancang merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih
untuk menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di
samping itu, ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah
sebagai kandang ternak, wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang,
tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu, sebagai persiapan menyambut
bulan puasa. Selain itu, pembangunan Rumah berbentuk panggung sehingga
untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang mempunyai anak tangga
berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi keyakinan masyarakat.
Dinding
luar Rumah Lancang seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding
dalam yang tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke
atas, dan, terkadang, disambung dengan ukiran pada sudut-sudut dinding,
maka terlihat seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding juga
melengkung meskipun tidak semelengkung balok tumpuan. Lengkungannya
mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi
hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan sayok lalangan merupakan
ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang
menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.
Keberadaan
Rumah Lancang, nampaknya, merupakan hasil dari proses akulturasi
arsitektur asli masyarakat Kampar dan Minangkabau. Dasar dan dinding
Rumah yang berbentuk seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat
Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontik) merupakan ciri khas
arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena
daerah Kampar merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto
menuju wilayah Tanah Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto
mencakup Kampung Rumbio, Kampar, Air, Tiris, Bangkinang, Salo, dan Kuok.
Oleh karena Kampar merupakan bagian dari alur mobilitas masyarakat,
maka proses akulturasi merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. Hasil
dari proses akulturasi tersebut nampak dari keunikan Rumah Lancang yang
sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah Riau Daratan
dan Riau Kepulauan.
Rumah Belah Bubung (Rumah Tradisional Melayu di Kepulauan Riau)
Asal-Usul
Kepulauan
Riau merupakan salah satu satu provinsi di Indonesia. Daerah ini
merupakan gugusan pulau yang tersebar di perairan selat Malaka dan laut
Cina selatan. Keadaan pulau-pulau itu berbukit dengan pantai landai dan
terjal. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan petani.
Sedangkan agama yang dianut oleh sebagian besar dari mereka adalah
Islam.
Kondisi
alam dan keyakinan masyarakat Kepulauan Riau sangat mempengaruhi pola
arsitektur rumahnya. Pengaruh alam sekitar dan keyakinan dapat dilihat
dari bentuk rumahnya, yaitu berbentuk panggung yang didirikan di atas
tiang dengan tinggi sekitar 1,50 meter sampai 2,40 meter. Penggunaan
bahan-bahan untuk membuat rumah, pemberian ragam hias, dan penggunaan
warna-warna untuk memperindah rumah merupakan bentuk adaptasi terhadap
lingkungan dan ekpresi nilai keagamaan dan nilai budaya.
Salah
satu rumah untuk tempat tinggal masyarakat Kepulauan Riau adalah rumah
Belah Bubung. Rumah ini juga dikenal dengan sebutan rumah Rabung atau
rumah Bumbung Melayu. Nama rumah Belah Bubung diberikan oleh orang
Melayu karena bentuk atapnya terbelah. Disebut rumah Rabung karena
atapnya mengunakan perabung. Sedangkan nama rumah Bubung Melayu
diberikan oleh orang-orang asing, khususnya Cina dan Belanda, karena
bentuknya berbeda dengan rumah asal mereka, yaitu berupa rumah Kelenting
dan Limas.
Nama
rumah ini juga terkadang diberikan berdasarkan bentuk dan variasi
atapnya, misalnya: disebut rumah Lipat Pandan karena atapnya curam;
rumah Lipat Kajang karena atapnya agak mendatar; rumah Atap Layar atau
Ampar Labu karena bagian bawah atapnya ditambah dengan atap lain; rumah
Perabung Panjang karena Perabung atapnya sejajar dengan jalan raya; dan
rumah Perabung Melintang karena Perabungnya tidak sejajar dengan jalan.
Besar
kecilnya rumah yang dibangun ditentukan oleh kemampuan pemiliknya,
semakin kaya seseorang semakin besar rumahnya dan semakin banyak ragam
hiasnya. Namun demikian, kekayaan bukan sebagai penentu yang mutlak.
Pertimbangan yang paling utama dalam membuat rumah adalah keserasian
dengan pemiliknya. Untuk menentukan serasi atau tidaknya sebuah rumah,
sang pemilik menghitung ukuran rumahnya dengan hitungan hasta, dari satu
sampai lima. Adapun uratannya adalah: ular berenang, meniti riak, riak
meniti kumbang berteduh, habis utang berganti utang, dan hutang lima
belum berimbuh. Ukuran yang paling baik adalah jika tepat pada hitungan
riak meniti kumbang berteduh.
Rumah Adat Melayu Limas Potong
Limas
Potong adalah salah satu bentuk rumah tradisional masyarakat melayu
Riau Kepulauan. Rumah Limas Potong berbentuk rumah panggung, sebagaimana
rumah tradisional di Sumatra pada umumnya. Tingginya sekitar 1,5 meter
dari atas permukaan tanah. Dinding rumah terbuat dari susunan papan
warna coklat, sementara atapnya berupa seng warna merah. Kusen pintu,
jendela serta pilar anjungan depan rumah dicat minyak warna putih.
Jenis
rumah adat melayu yang lain adalah rumah tradisional Belah Bubung.
Kalau di Riau daratan, rumah tradisionalnya ada Rumah Lontik, dan Rumah
Salaso Jatuh Kembar.
RINGKASAN
SENI RUPA TERAPAN DAERAH SETEMPAT
- Berbagai Teknik Pembuatan Karya Seni rupa Terapan Daerah Setempat.
Beberapa seni rupa yang terbuat dari kayu, bamboo, rotan, dan gerabah:
- Kerajinan Bambu dari Tasikmalaya.
- Kerajinan Rotan dari Corebon.
- Kerajinan Ukiran.
- Gerabah.
- Klasifikasi Karya Seni Rupa Terapan Berdasarkan Sosial Budaya Masyarakat Setempat.
Pencipataan
karya seni rupa terapan daerah tradisional daerah tidak terlepas dari
pengaruh social budaya daerah setempat, salah satu contoh benda seni
rupa yang dipengaruhi oleh adat masyarakat yang sangat dikenal adalah
bentuk rumah adat. Berikut ini contoh rumah adat:
- NAD => Rumah Aceh.
- Sumatra Utara => Rumah Balai Batak Toba.
- Sumatra Barat => Rumah Gadang.
- Sumatra Selatan => Rumah Rakit
- Riau => Selaso Jatuh Kembar.
- Jambi => Rumah Panggung.
- Lampung => Huwo Sesat.
- Bengkulu => Rumah Bubungan Limas.
- DKI Jakarta => Joglo.
10. Jawa Barat => Kasepuhan.
11. Jawa Tengah => Joglo.
12. Jawa Timur => Joglo.
13. D.I. Yogyakarta => Joglo.
14. Bali => Natah/Natar.
15. Madura => Dalam Loka Samawa.
16. NTB => Sao Ata Nusa Lakitana.
17. NTT => Rumah Panjang (Bentang).
18. Kalimantan Barat => Rumah Lamin.
19. Kalimantan tengah =>Rumah Bentang.
20. Kalimantan Selatan => Rumah Banjar.
21. Kalimantan Timur => Rumah Lamin.
22. Sulawesi Utara => Rumah Adat dari Bolaang Mongandow.
23. Sulawesi Tenggara => Laikas.
24. Sulawesi Tengah => Souraja/Rumah Besar.
25. Sulawesi Selatan => Tongkonan/Rumah Toraja.
26. Maluku => Balleo.
27. Irian Jaya => Rumah Kari Wari.
Rumah
adat di suatu daerah setempat memiliki fungsi khusus bagimasyarakatnya.
Contohnya rumah adat tana toraja yang bernama tongkonan. Tongkonan
berasal dari istillah “tongkon” yang berarti duduk. Tongkonan mempunyai
beberapa fungsi antara lain:
- Pusat budaya.
- Pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga, kegotongroyongan.
- Pusat dinamisator, motifator, dan stabilisator social.
Berikut adalah beberapa jenis tongkonan:
- Tongkonan layuk atau pesio’ aluk. Sebagai tempat untuk menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
- Tongkonan pekaindoran atau pekamberan atau keparengesan. Sebagai tempat pengurus dan pengatur pemerintahan adat berdasarkan aturan dari tongkonan pesio’ aluk.
- Tongkonan batu a’riri. Sebagai toongkonan penunjang tongkonan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan.
- Tongkonan marimbuna. Merupakan rumah sekaligus tempat mandi pimiliknya (marimbuna).
C Membandingkan Ciri-Ciri Khusus Berbagai Karya Seni Rupa Terapan Daerah Setempat.
Suatu
benda seni rupa yang dikatakan unik adalah karya seni rupa yang
memiliki cirri khusu yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Keunikan atau
kekhasan yang disebut dapat berupa bentuknya, teknik pembuatannya,
ataupun gagasan yang melatarbelakanginya.
0 komentar:
Posting Komentar